Rabu, 12 April 2017
PATUNG PANCORAN DAN KISAH SEDIH DIBALIK SEJARAHNYA
Sabtu, 17 Desember 2016
Fly high my beloved best friend Pace Noge, rest in peace...
Pagi yang cukup cerah mendadak berubah menjadi sendu saat saya melihat sebuah message di grup letting "bro, ada yg tau info ttg A-1334?". Saya segera mempercepat laju mobil menuju Lanud Halim utk bersiap mengantar istri bertemu sahabat²nya di acara "car free day" di bilangan Monas, Jakarta.
Sesampainya di rumah, saya segera menghubungi pihak² terkait untuk menanyakan perkembangan apa yg terjadi dengan A-1334 yang kebetulan diawaki oleh sahabat saya itu.
Kabar dukapun tak dapat dielakkan, sang putra Zeus lost contact dan berakhir di Pegunungan Pugima, tak jauh dari Wamena. Ia terhempas saat kabut masih menyelimuti Lembah Baliem, Wamena. Tempat dimana saya sempat menghirup udara segar dan menikmati beberapa jenis buah yang ditanam secara tradisional oleh masyarakat Papua. Tempat dimana saya lahir dan berkembang sebagai seorang penerbang C-130 Hercules, tempat dimana saya mengenal istilah "nangka papua", "salak papua" dan sosok "John Kogoya" yang sering dijadikan cerita tentang Papua.
Mayor Pnb Marlon Ardilles Kawer, putra asli Biak Numfor, Papua. Sosok teman, rekan sejawat, letting, instruktur dan sahabat yang senantiasa menjadi tempat curhat colongan saat saya galau menghadapi tugas, sahabat yang senantiasa mengingatkan saya akan pentingnya loyalitas dan keikhlasan dalam menjalankan tugas negara.
Kini sosokmu mulai memasuki bingkai kenangan, menyusul rekan kita alm Lettu Pnb Arif Hidayat dan alm Lettu Pnb Yudho Pramono. Tiada kata yg sanggup menggambarkan rasa kehilangan saya selain untaian doa semoga engkau berbaring dalam kedamaian abadi di sisi Tuhanmu. Hilang semua salah dan dosa, luruh segala asa seiring lepasnya jiwa dari ragamu. Kami yang masih berdiri di sini, akan senantiasa menegakkan kepala menjaga kedaulatan Ibu Pertiwi, karena bagi kami patah tumbuh hilang berganti bukanlah sekedar semboyan belaka. Akan banyak Marlon-marlon lain dari tanah Papua yang akan meneruskan darma bhaktimu bagi negeri ini...
Selamat jalan sahabat, selamat jalan...
Rest in Peace,
Mayor Pnb Marlon Ardilles Kawer
A-1334, Peg. Pugima, Wamena, Papua
18 Desember 2016
Rabu, 30 November 2016
KIPRAH SKADRON UDARA 51 DI HUT TNI 2015 SEBAGAI PIONEER KEBANGKITAN ERA PESAWAT TERBANG TANPA AWAK / UAV
Penggunaan pesawat terbang tanpa awak sudah sejak lama ada di Indonesia, diawali dengan berkembangnya hobby aeromodelling di kalangan pramuka saka dirgantara hingga terbentuknya berbagai macam klub penghobi dunia yang berkaitan dengan pesawat mini tersebut.
Seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi, penggunaan pesawat aeromodelling tidak hanya sebatas sebagai pesawat mainan yang hanya diterbangkan dan dinikmati manuvernya, tetapi juga mulai digunakan untuk mendukung tugas tugas seperti pemotretan, pengamatan bahkan pengantaran barang barang yang berukuran kecil.
Pada era tahun 70an, dimana negara negara berkembang masih berkutat dengan pembangunan ekonomi dan infrastruktur, negara adidaya seperti Amerika Serikat sudah mengembangkan teknologi canggih dalam memperkuat pertahanan dan keamanan internal maupun eksternal negaranya melalui CIA (Central Inteligence Agency). Jika anda berkunjung ke museum CIA, anda akan menyaksikan berbagai macam benda yang digunakan untuk kepentingan intelijen mulai dari kamera yang berbentuk kancing sampai dengan UAV mikro berbentuk capung yang dapat terbang selama 2 jam untuk merekam suara.
Perkembangan teknologi pun tidak berhenti sampai di situ, khususnya mengenai perkembangan teknologi surveilence melalui UAV yang hingga saat ini terus menerus mengalami perkembangan. Setelah sukses dengan keberadaan Global Hawk yang beroperasional di ketinggian 60.000 ft sebagai UAV tercanggih saat ini, Amerika Serikat bahkan mulai mengembangkan pesawat tempur nirawak untuk melengkapi koleksi mesin perangnya.
Skadron Udara 51 sebagai pioneer dari era penggunaan pesawat terbang tanpa awak (PTTA) memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung tugas pokok TNI AU bahkan TNI secara umum dalam menjaga kedaulatan NKRI. Berawal dari sulitnya pemantauan kegiatan illegal logging di hutan Kalimantan dan Sumatera, penyelundupan, hingga pengamanan di daerah perbatasan, Kementrian Pertahanan mulai melakukan terobosan penggunaan pesawat nirawak untuk mendukung kegiatan pengamatan yang dalam hal ini dioperasikan oleh TNI AU.
Sesuai dengan tuntutan tugas di atas maka dibentuklah suatu skadron udara yang mengoperasikan pesawat nirawak yang berkedudukan di Lanud Supadio, Pontianak. Seiring dengan perkembangan yang dinamis, maka skadron udara ini diresmikan menjadi Skadron Udara 51 yang berkedudukan di bawah Wing Udara 7 Lanud Supadio pada tanggal 13 Juli 2015. Kiprah nyata perdana Skadron Udara 51 secara resmi adalah melaksanakan surveilence, pengamatan dan pengintaian yang dikolaborasikan dengan perayaan HUT TNI ke-70 yang dilaksanakan di Dermaga Indah Kiat, Banten. Sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya sebagai pesawat pengintai, Skadron Udara 51 yang diperkuat dengan alutsista UAV AEROSTAR bertugas melakukan pengamatan dari awal rangkaian kegiatan peringatan HUT TNI hingga selesai acara yang keseluruhannya memakan waktu lebih kurang enam jam. Alokasi waktu selama enam jam ini bukan suatu hal yang sulit mengingat endurance pesawat nirawak ini mencapai 12 jam terbang.
Selama kegiatan, Skadron Udara 51 bertugas merekam kegiatan upacara, demo laut dan demo udara yang dilaksanakan oleh unsur unsur TNI AL dan TNI AU yang nantinya akan dijadikan bahan koreksi saat dilaksanakan debrief setelah semua kegiatan penerbangan selesai. Dengan hasil pengamatan yang ada, dapat dilihat bagaimana maneuver yang dilaksanakan, rute yang dilalui, bentuk formasi serta kendala kendala yang mungkin dihadapi oleh tiap tiap unsur dalam melaksanakan tugas. Sejak awal latihan dalam rangka HUT TNI tahun 2015 ini, pesawat nirawak aerostar sudah beberapa kali pulang pergi dari home basenya selama latihan di daerah Bogor menuju ke dermaga Indah Kiat sambil melaksanakan praktek surveilence sepanjang perjalanan. Jarak tempuh sejauh lebih kurang 90km bukan suatu masalah yang berarti mengingat jarak tempuh operasional maksimal dari pesawat ini adalah 250km. Setelah sampai di wilayah sasaran, kami melaksanakan holding dan melakukan beberapa maneuver untuk mendapatkan sudut pandang optimal dalam melakukan pengamatan selama jalannya kegiatan. Tak urung beberapa kali pesawat kami terhalang oleh kumpulan awan yang ada di sekitar dermaga sehingga hasil pengamatan menggunakan kamera dengan settingan “day camera” menjadi sulit dilihat, namun kami langsung mengganti ke mode “FLIR/forward looking infra red” yang dilengkapi dengan sensor panas sehingga seluruh pergerakan alutsista dapat terpantau dengan jelas. Dari hasil pantauan inilah koreksi, saran dan arahan dari pimpinan disampaikan kepada seluruh unsur pendukung khususnya demo udara.
5 OKtober 2015, hari yang dinantipun akhirnya datang. Seluruh crew sudah bersiap di landasan sejak pukul 05:00 WIB, instruktur yang memang mendampingi kami selama OJT memberikan briefing singkat mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan. Tak lama berselang kami pun segera melaksanakan preflight untuk mengecek system komunikasi, payload, system auto pilot hingga sensor yang terdapat di pesawat nirawak yang kami operasionalkan. Setelah semua persiapan selesai dan flight clearance sudah dikeluarkan oleh ATC, kami pun segera start engine dilanjutkan dengan taxi out sampai dengan posisi line up untuk melaksanakan final check sebelum menerbangkan pesawat. Setelah Eksternal pilot menyampaikan kode “second hand” yang berarti pesawat siap tinggal landas, kami berkonsentrasi ke seluruh parameter yang terlihat di layar GCS (Ground Control Station) untuk memperhatikan seluruh parameter selama pesawat rolling take off. Akhirnya pesawat pun take off dan climbing dengan membentuk pola pattern sampai dengan ketinggian 4000 ft kemudian dilanjutkan dengan menuju dermaga indah kiat melewati rute yang sudah direncanakan sebelumnya sambil terus climbing hingga ketinggian 10.000 ft dan maintain di altitude tersebut. Setelah menempuh perjalanan selama 45 menit, pesawat pun tiba di area dermaga dan kamipun langsung mengadakan pengecekan system yang ada di pesawat. Setelah semua dinyatakan normal, kami langsung melaksanakan pemantauan terhadap kegiatan yang ada di dermaga dari awal persiapan, pelaksanaan upacara yang dilanjutkan dengan defile sampai dengan kegiatan demo laut dan udara hingga kepulangan Presiden menggunakan helicopter VVIP tak pernah lepas dari pantauan pesawat kami. Hasil pantauan yang didapatpun secara langsung dapat disaksikan di podium utama melalui system komunikasi V-conference oleh satkomlek tni. Satu hal yang menjadikan tugas kami serasa menyenangkan sekaligus menegangkan adalah saat kami mendengar melalui radio bahwa helikopter VVIP rombongan Presiden Jokowi berada 10nm menuju dermaga, kamipun langsung mengarahkan kamera pengintai untuk mencari sasaran.Tidak membutuhkan waktu yang lama, rombongan Presiden dapat kami pantau secara langsung dan sekaligus menggunakan "track mode" dimana pesawat akan terbang dan bermanuver menyesuaikan hasil kuncian dari lensa kamera pengintai kami. Bahkan saat rombongan mendarat dan dilanjutkan perjalanan darat hingga ke VIP room dermaga tidak ada satupun yang luput dati pengintaian kami.
Hasil pantauan yang didapat selama latihan menjadikan hari pelaksanaan HUT TNI ini mendekati sempurna seandainya beberapa moment dapat diabadikan dengan jelas dan tidak terhalang awan.
Namun, disamping semua kendala tersebut, kami bangga dapat melaksanakan tugas dengan optimal, mendukung kegiatan HUT TNI dengan cara yang relative baru. Bukan dengan ikut upacara atau fly past seperti unsur pendukung yang lain, tetapi dengan tugas kami sebagai skadron udara pengintai, kami dapat menyelesaikan tugas kami dengan baik memantau seluruh rangkaian kegiatan dan pendukung. Semoga ke depan, keberadaan pesawat tanpa awak tidak lagi dipandang sebelah mata ataupun disejajarkan dengan drone drone yang dijual secara bebas, bahwa pesawat tanpa awak yang kita punya walaupun belum sejajar dengan Predator xp ataupun Global Hawk, tetapi paling tidak pesawat tanpa awak yang kita miliki dapat menyampaikan informasi berharga yang pada akhirnya dapat mendukung unsur lain dalam menjaga kedaulatan NKRI.
Selasa, 16 Agustus 2016
Dirgahayu Indonesiaku
Mengenang 71 tahun lalu 16 - 17 Agustus 1945 :
“Sekarang, Bung. Sekarang! Malam ini juga!” kata Chaerul Saleh kepada Bung Karno.
”Kita harus segera merebut kekuasaan!” tukas Sukarni Kartodiwirjo berapi-api.
”Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami!” seru para pemuda di rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Para pemuda, termasuk Wikana, Iwa Kusumasumantri, Djojopranoto, dan Sudiro datang ke rumah Bung Karno pada 15 Agustus 1945 pukul 22. Mereka mendesak Soekarno agar segera merumuskan naskah proklamasi begitu Jepang dikalahkan Sekutu pada 14 Agustus 1945. Tapi Bung Karno menolak keinginan mereka. Ia dan Bung Hatta ingin proklamasi dilakukan melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di mana Bung Karno menjadi Ketua PPKI. Para pemuda bersikeras agar Bung Karno segera memproklamasikan kemerdekaan. Mereka beranggapan PPKI buatan Jepang. Mereka tidak ingin Bung Karno dan Bung Hatta terpengaruh Jepang dan tidak ingin kemerdekaan RI seolah-olah hadiah dari Jepang.
Mereka lalu membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok, Karawang, pada 16 Agustus 1945 pukul 3 dinihari, untuk merumuskan naskah proklamasi. Rengasdengklok dinilai aman, sedangkan di Jakarta para tentara Jepang bersiaga penuh. “Saya dan Guntur yang masih bayi ikut ke Rengasdengklok. Kami dijemput Sukarni dan Winoto Danuasmoro dengan mobil Fiat hitam kecil. Di dalam mobil sudah ada Bung Hatta,” cerita Fatmawati.
Pada 16 Agustus 1945 tengah malam Ahmad Soebardjo menjemput Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok. Sesampainya di Jakarta mereka disediakan tempat berkumpul di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. Hubungan para nasionalis dekat dengan Maeda, Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Jepang. Ada 29 orang yang berkumpul di rumah Maeda pada malam itu. Mereka adalah Ir.Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantoro (Mas Suwardi Soerjaningrat), Mr. Iwa Kusumasumantri, Mr. Teuku Mohammad Hassan, Otto Iskandar Dinata, R.Soepomo, BM Diah, Sukarni, dan beberapa tokoh lainnya.
Selama mereka berunding merumuskan naskah proklamasi, Maeda naik ke lantai atas rumahnya. Usai menulis naskah proklamasi bersama Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo, Soekarno membacakannya di hadapan para peserta rapat yang berkumpul di ruang tamu. Rapat baru selesai pada 17 Agustus 1945 pukul 3.00 dini hari, tanggal 9 Ramadhan.
Setelah mendapat persetujuan dari semua hadirin, Bung Karno segera meminta Mohamad Ibnoe Sajoeti Melik mengetik naskah proklamasi. Sajoeti mengetik naskah ditemani wartawan Boerhanoeddin Mohammad Diah. Tiga kata dari konsep naskah proklamasi yang ditulis tangan oleh Bung Karno diketik Sajoeti dengan beberapa perubahan kata. Kata ‘tempoh’ diubah menjadi ‘tempo’, kata ‘Wakil-wakil bangsa Indonesia’ diubah menjadi ‘Atas nama bangsa Indonesia’. Begitu pula dalam penulisan hari, bulan, dan tahun. Tulisan tangan asli Bung Karno kemudian dibuang di tempat sampah oleh Sajoeti tapi dipungut oleh B.M. Diah, seorang penyiar Radio Hosokyoku dan wartawan Asia Raja.
Begitu naskah proklamasi selesai diketik, Soekarno dan Mohammad Hatta segera menandatanganinya di atas piano di rumah Maeda. Bung Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor-kantor berita agar menyebarkan berita kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia. Hari Jumat, pukul 05.00 pagi, pada 17 Agustus 1945, mereka ke luar dari rumah Laksamana Maeda dengan bangga karena teks Proklamasi selesai ditulis.
Bung Karno pulang ke Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), Jakarta. Ia sedang sakit malaria. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun naskah proklamasi. Pukul 8, dua jam sebelum upacara pembacaan teks Proklamasi, Bung Karno masih berbaring di kamarnya. Ia minum obat kemudian tidur lagi. Pukul 09.00 Bung Karno terbangun. “Saya greges (tak enak badan),” kata Bung Karno. Ia kemudian berpakaian rapi, memakai kemeja dan celana putih. Bung Hatta dan beberapa orang sudah menunggunya. Fatmawati sudah menyiapkan bendera merah putih.
Pada 17 Agustus 1945 pukul 10 Bung Karno, Bung Hatta, dan para pemuda berkumpul di halaman depan rumah Bung Karno. Latief Hendraningrat menjadi pemimpin upacara bendera. Mereka mendengarkan Bung Karno membaca teks proklamasi dengan hikmad, terharu, dan bangga. Beberapa orang menangis terharu. Lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman dinyanyikan dengan semangat meski tanpa iringan musik. Bendera merah putih dinaikkan. Setelah upacara yang singkat itu Bung Karno kembali ke kamar tidurnya. Tubuhnya masih demam. Tapi ia sangat bangga. Sebuah negara baru telah dilahirkan. Pagi itu Indonesia merdeka.
Merdeka !!! Merdeka !!! Merdeka !!!
Rabu, 08 Juni 2016
Tribute to Beppy Utami Putri
“Hello everyone, my name is Beppy 32 years old woman from Indonesia. i am also coloceratal (rectal) cancer warior since Juny 2013 the doctor told me that i had rectal cancer stage 3, i already done the surgery and next week is my 12 chemo (last one i hope).. i just want to say let’s keep fighting and beat this cancer keep praying and may God always blessed for all of you here.”
Kalimat di atas adalah penggalan beberapa postingan almarhumah di media sosial sebelum akhirnya menyerah kepada kanker yang dideritanya, bahkan pembalap nasional Indonesia Rio Haryanto pun di sela sela kesibukannya masih memberikan support kepada almarhumah dengan sebuah pesan tertulis:
“Halo Beppy Utami Putri, cepat sembuh dan selalu semangat ya,"
Beppy Utami Putri, seorang wanita cantik mantan atlet judo nasional, lulusan fakultas kedokteran gigi UGM, istri dari Johny Tandipura, ibu dari dua orang anak dan adik dari sahabat saya, Arie Wicaksono, telah pergi mendahului kita setelah berjibaku dengan sakit yang dideritanya. Yah, coloceratal (rectal) cancer stadium 3 yang selama ini menggerogoti kekebalan tubuhnya akhirnya memenangkan pertempuran antara keduanya.
Seperti kata pepatah, tidak akan muncul dengan sebegitu indahnya kenangan tentang seseorang sampai ia meninggalkan kita untuk selamanya. Banyak kenangan yang kami lalui bersama. Kebetulan rumah sahabat saya di jalan kaliurang km.7 merupakan cek point atau tempat persinggahan kami para Taruna AAU letting 2003. Rumah yang sampai saat ini menyimpan kenangan terindah masa remaja kami, masa penuh suka, duka, canda, bahagia, tenggang rasa, tepa selira bahkan cinta. Banyak cerita hadir di sana, mulai dari kumpulan CD sewaan yang mungkin masih tertinggal belum dikembalikan, tempat rekan2 saya dijemput oleh para pacarnya (termasuk saya), "rumah horor" yang harus dihadapi para mahasiswa yang sedang PDKT ke Beppy atau teman2 kuliah wanita krn harus melewati serangkaian interogasi para Taruna sampai kami para Taruna dijadikan objek praktek anastesi oleh almarhumah dan teman2nya.
Speechless, saya tak sanggup lagi menuliskan rangkaian kenangan yang sudah kami lalui bersama selama kurang lebih empat setengah tahun.
Sahabatku Arie, Tuhan lebih mencintainya dan tak ingin adik kita lebih menderita.
Mami & Om, tetaplah tabah dan percayalah, Beppy bahagia di dalam SurgaNya.
Rekan-rekan AAU 2003 korps Jakarta, rekan-rekan FKG UGM serta rekan-rekan FT sipil UGM, dan tak lupa rekan-rekan atlit Judo, sosok yang periang itu telah mendahului kita, mari kita senantiasa panjatkan doa untuknya dan tetap jaga kebersamaan, kekompakan dan silaturahmi kita.
Selamat jalan adikku, beristirahatlah dalam tenang di sisiNya.
Senin, 09 Mei 2016
Suatu renungan di sore hari
Renungan ini saya dapat dari seorang teman...
Seekor burung jatuh cinta pd mawar putih. Burung pun berusaha mengungkapkan perasaannya.
Tapi mawar putih berkata,''aku tdk akan pernah mencintaimu''
Tapi burung tak pernah menyerah, setiap hari burung datang utk bertemu dgn mawar putih..
Akhirnya mawar putih berkata,''aku akan mencintaimu, jika kamu dpt merubahku menjadi mawar merah !''
Dan suatu hari burung datang kembali, dia melukai sayap-sayapnya dan menebarkan darahnya kpd mawar putih, hingga mawar putih berubah menjadi merah''
Akhirnya mawar putih sadar, seberapa besarnya si burung mencintai dirinya, tetapi semuanya sdh terlambat, krn burung tak akan kembali lagi ke dunia''
Dia pergi utk selama-lamanya, mawar putih pun menyesal, walau penyesalan itu tak berarti lagi.. yg pergi tak mungkin kembali lagi...
Moral lesson:
Kadang kita baru sadar tentang arti cinta sejati setelah orang yg kita cintai pergi meninggalkan kita...
Org bijak berkata ::
Menikahi orang yg kita cintai itu hal biasa...
Yg luar biasa adalah mencintai orang yg kita nikahi...
Sekarang berjanjilah untuk menjaga orang yang kita cintai... Dan hari ini cukup indah untuk mengatakan cinta kita kepadanya, bukan ? 😍😘
Menikah adalah sesuatu yg mudah, tp menjaga pernikahan agar tetap selalu utuh, karena tidak mudah mempertahankannya, itulah Perjuangan yg sebenarnya...
Janganlah mencintai dan mencari kesempurnaan, tp Cintailah Ketidak sempurnaan dgn Cara yg Sempurna.
Tarakan, 9 Mei 2016