Selasa, 27 Januari 2015

Pejabat vs Pilot pesawat

Saya merepost tulisan Ustadz Ahmad Sarwat sebagai pengaya pengetahuan kita serta utk bahan instrospeksi diri, sudahkah kita bertindak sebagai pejabat sekaligus pilot, at least utk diri kita sendiri?

Pejabat vs Pilot Pesawat
Mon, 17 Jan 2011

Tiap kali naik pesawat terbang saya selalu kagum melihat manajemennya. Dan suka membandingkan bagaimana sebuah penerbangan diurus oleh orang profesional, dengan bagaimana sebuah negara (baca : Indonesia) diurus oleh pemerintahan yang tidak becus.

Dan keduanya memang jelas jauh berbeda. Sebagai penumpang kita tidak pernah melakukan pilkada atau pemilu untuk menetapkan siapa yang jadi pilot kita, bahkan lihat wajahnya pun belum pernah. Tetapi sudah bisa dipastikan, pilot itu adalah orang yang ahli mengerjakan tugasnya, mengantarkan para penumpang dengan selamat tiba di tujuan.

Kita juga tidak pernah melihat segerombolan pilot melakukan kampanye sambil menggelar dangdut di lapangan terbang, dengan niat agar para penumpang memilih diri mereka, dengan alasan biar demokratis. Kita juga tidak pernah menyaksikan bandara dipenuhi spanduk dan poster bergambar wajah calon para pilot, seperti umumnya kalau kita mau menetapkan siapa yang jadi pejabat di negara ini.

Pernahkah Anda dapat pembagian kaos, mug, kalender, dan berbagai asesoris bergambar calon pilot pesawat yang mau anda tumpangi? Pasti belum pernah, kan? Ya, dan memang tidak akan pernah ada kejadian seperti itu.

Dan kita tidak pernah tahu ada acara debat para calon pilot yang isinya cuma saling menjatuhkan dan saling mencela antara satu calon pilot dengan pilot lainnya, tentang mau bagaimana penerbangan yang akan ditempuh.

Kenapa semua itu tidak ada?

Jawabnya karena seorang pilot yang handal memang tidak akan pernah lahir dari hasil pemilihan, baik pemilu atau pilkada. Pilot yang dibutuhkan dalam sebuah penerbangan hanya bisa didapat lewat pendidikan berkualitas dan tentunya amat berat dan waktunya lama. Hanya siswa yang dinyatakan lulus saja yang boleh akhirnya jadi pilot.

Herannya, kalau sekedar untuk membawa terbang 400-an penumpang saja dibutuhkan keahlian pilot sampai segitunya, kok untuk memimpin sebuah negara dengan penduduk 230 juta, tidak ada syarat pendidikan apa-apa?

Segitu gampangkah mengatur negara sehingga siapa saja dianggap berhak mencalonkan diri, demi sepenggal kata : hak asasi? Dan konyolnya, kok bisa sampai ada keyakinan bahwa seorang pemimpin akan didapat lewat pemilu atau pilkada?

Saya teramat heran dan tidak habis pikir. Tanpa pemilu atau pilkada (atau mungkin lebih enak kita sebut pilpilot kepanjangan dari pemilihan pilot), kita mendapatkan para pilot yang handal dan bekerja optimal. Mereka ahli di bidang nyopir pesawat, tanpa harus berkampanye "serahkan pada ahlinya". (sory bang Foke).

Dan ternyata mereka memang ahlinya dalam arti sesungguhnya. Bahwa si pilot itu ahli nyopir pesawat, memang bukan sekedar janji kampanye, tetapi mereka sebelumnya wajib sekolah pilot, ikut berbagai macam ujian dan uji kelayakan. Kalau bisa lulus dari semua itu, barulah boleh jadi pilot. Itu pun harus punya SIM (surat izin menerbangkan pesawat?), dan kalau belum tentu tidak boleh terbang alias tidak boleh jadi pilot.

Coba bandingkan dengan pilot pemerintah baik pusat atau daerah. Dengan alasan demokrasi, `pilot` propinsi, kota madya atau kabupaten dan lainnya tidak diharuskan sekolah dulu. Dan memang tidak ada sekolahannya, setidaknya tidak disyaratkan untuk lulus dari sekolah tertentu untuk bisa nangkring di jabatan itu.

Yang penting, dia berhasil mendapatkan suara pemilih, bagaimana pun caranya, termasuk kasak kusuk busuk. Jadi jelas banget perbedaan hasil kepemimpinan pilot dengan pejabat. Yang satu pakai sekolah dan ujian dulu, lama dan berat, sedangkan jadi pejabat mudah sekali, asalkan ada partai atau setidaknya `koneksi` dan `loby` yang mendukung, atau punya bargaining (posisi tawar) yang kuat, dan tentu saja harus ada uang buat belanja (bukan lagi beli) suara, jalannya bisa mulus untuk jadi pejabat.

Sebelum terbang, kita memang bisa dengar si pilot ngomong ; This is your captain bla bla bla, dan itu adalah informasi tentang siapa nama di pilot, lalu kita mau kemana, berapa lama penerbangan, transit dimana, terbang dengan ketinggian berapa, cuaca nanti seperti apa, perkiraan mendarat jam berapa, perbedaan waktu antara tempat tujuan dan tempat asal dsb dsb.

Nah kalau `pilot` pemerintahan, tidak pernah memberi informasi apa-apa, kecuali janji-janji doang. Nanti kita akan ini, akan itu, akan anu, sampai bosan mendengarnya. Dan semua rakyat tahu semua cuma janji surga, tak satu pun yang kesampaian. Janji nanti kalau saya sudah jadi pejabat, kita akan habisi koruptor, eh ternyata malah dia yang jadi godfather koruptornya. Janji nanti kalau jadi pejabat, akan bebas banjir, eh justru semakin parah banjirnya. Kayaknya kita tidak pernah dijanjikan ini dan itu oleh pilot pesawat kita.

Belum pernah ada pilot bilang kepada penumpang : kita akan segera terbang tinggi ke langit keluar dari atmosfir dan insya Allah akan melewati bulan dan bintang! Belum pernah pilot bikin janji-janji macam itu.

Satu lagi yang menarik, saya belum pernah dengar ada pesawat kehilangan kabel, atau layar LCD, kursi atau perlengkapan lainnya, gara-gara ditilep oleh pilotnya.

Saya juga belum pernah dengar pramugari tidak rata membagikan makanan, hanya gara-gara jatah makanan buat penumpang dilahap habis oleh kru pesawat. Yang saya tahu, sebelum para pramugari pesawat makan, para penumpang dulu yang dilayani masalah makannya. Kita belum pernah dengar ada penumpang kelaparan gara-gara para pramugari makan duluan, kalau ada sisanya barulah dibagikan kepada penumpang yang masih saudara dengan para pramugari itu.

Saya juga belum pernah dengar ada lauk pauk dalam paket makanan buat penumpang yang ditilep oleh pramugari. Atau misalnya setelah makanan dibagikan, lalu kita disuruh menyerahkan salah satu makanan sebagai `upeti` atau uang pelicin buat para pramugasi. Asli belum pernah dengar.

Tapi kalau uang buat rakyat dimakan dan dibagi-bagi sesama pejabat dan PNS di suatu kementerian, rasanya sih sering dengar, terlalu sering bahkan. Lewat berbagai macam aksi tipu-tipu, seperti mark-up, uang dinas, uang perjalanan, bahkan gaji buat PNS yang sudah meninggal 10 tahun lalu masih saja bisa cair dan turun, entah bagaimana triknya, pokoknya duitnya cair.

Bayangkan, para pejabat itu `menelan` apa saja yang bisa ditelan, sampai jatah makanan buat rakyat miskin pun disikatnya juga. Dan sumbangan buat rakyat sudah biasa mengalami `sunatan masal`, dimana jatah dari atas dikucuri 10 juta, karena lewat berbagai jalur birokrasi, ternyata sampai tangan rakyat tinggal 10 ribu, itu berbulan-bulan tertahan. Tetapi kwitansinya tetap 10 juta.

Dan sintingnya, penilepan seperti itu terjadi juga dalam kasus bantuan sosial buat korban bencana alam, baik di Aceh mau pun daerah bencana lain. Sungguh benar-benar bencana nasional.

Rakyat dan Penumpang Pesawat

Saya sering membandingkan kita sebagai bagian dari rakyat negeri ini, seharusnya diperlakukan sebanding dengan penumpang pesawat. Sebagai penumpang, kita beli tiket pakai uang kita. Dan imbalannya, selain diantarkan sampai ke tujuan dengan selamat, sepanjang perjalanan kita dilayani mulai dari urusan yang masuk ke perut sampai yang keluar dari perut.

Para awak pesawat akan melayani kita dengan senyum ramah, dan kita tinggal bilang, minta jus, teh, kopi, cola dan apa saja, mereka dengan senang hati memberikan. Kecuali kalau pesanannya rada nyentrik, seperti pesan gado-gado kacang mede plus es teler, kemungkinan besar nggak ada.

Tapi coba lihat gaya para pejabat itu, meski mereka kita bayar, boro-boro melayani kita dengan senyum, yang ada urusan surat-surat kita pun (masih saja) dipersulit. Padahal mereka itu kan pelayan rakyat, bukan raja yang minta dilayani. Pejabat-pejabat itu harusnya jadi seperti pramugari pesawat, kalau kita butuh bikin dan perpanjang KTP, bikin KK, perpanjang STNK, pajak dan sebagainya, seharusnya kita duduk manis di rumah sambil nonton TV, dan mereka yang mondar mandir ke rumah kita untuk melayani.

Bukan sebaliknya, kita yang disuruh bolak-balik keluar masuk kantor mereka, yang juga belum tentu ada di tempat, karena ada rapat atau malah lagi liburan ke luar negeri. Buat saya, mereka itu bukan pelayan rakyat, tetapi sebaliknya malah jadi raja yang minta dilayani oleh rakyat.

Apalagi kalau pejabat pusat mau kujungan ke daerah, wah ibarat mau menyambut raja. Semua persiapan mulai dari hotel, tiket, jalan-jalan, oleh-oleh dan sebagainya, harus disiapkan oleh para bawahannya. Para pejabat itu hanya baru akan hormat kalau bertemu dengan rakyatnya yang kaya dan pengusaha, karena bisa dijadikan rekan atau pendukung saat kampanye atau pilkada.

Kalau rakyat miskin yang kurang makan dan serba kekurangan, biasanya hanya dibutuhkan saat janji kampanye. Setelah menang dan naik tahta, semua sudah lewat begitu saja. Bandingkan dengan para pramugari pesawat, mereka melayani para penumpang, tidak pernah pilih-pilih, apakah penumpangnya itu orang miskin atau orang kaya, bahkan meski pun penumpangnya berprofesi sebagai pembantu rumah tangga (TKW), tetap saja dilayani dengan rata dan adil.

Sebab buat pramugari, semua penumpang tanpa terkecuali, adalah raja yang harus dilayani. Kalau perlu, pramugari yang cantik-cantik itu kita suruh manjat kursi angkat koper ke atas kepala. Memang sudah tugasnya, mereka malah senang bisa membantu para penumpang.

Dan sebagai penumpang kita berhak mendapatkan pelayanan itu, karena kita kan sudah beli tiket. Dalam bernegara, uang beli tiket pesawat kira-kira sama pajak yang kita bayarkan. Sengaja atau tidak sengaja, rakyat adalah pembayar pajak. Sebab waktu kita makan di restoran pasti kena pajak, waktu kita bayar listrik juga kena pajak, waktu kita nonton TV lagi-lagi kena pajak, bahkan sekedar punya tanah dan rumah yang 100% kita beli dengan uang kita sendiri pun, kita terkena pajak juga.

Wajar dong kalau kita berhak mendapatkan pelayanan dari para pejabat dan pegawai negeri, karena gaji mereka itu kan kita yang bayar. Harusnya lurah, camat, bupati, gubernur, menteri dan presiden itu kita suruh angkat koper, kalau haus kita suruh mereka tuang minuman buat kita, kalau kita lapar kita panggil dan kita suruh menyiapkan makanan. Itu tugas mereka dan untuk itulah mereka dibayar. Bukannya malah jadi raja badut atau backing mafia, yang kerjanya memeras rakyat, menipu, menilep uang, mengkorup, menjarah kekayaan negeri.

Pejabat model begini sebenarnya hanya pelanjut generasi dari kompeni Belanda yang memang penjajah. Kulitnya saja yang beda, tapi kelakuannya sama saja, bahkan penjajah yang masih bangsa sendiri itu kadang lebih kejam dan lebih zalim kepada rakyat. Kadang saya bilang, sudah bagus ada anak yang bilang bahwa kalau dirinya sudah besar mau jadi pilot.

Ya, silahkan jadi pilot, asalkan jangan jadi pejabat, kerjanya jadi penguasa makan uang rakyat. Kalau tidak haram setidaknya syubhat, bagaimana mau selamat di akhirat?

Jumat, 23 Januari 2015

Hanya kejadian biasa yg menimpa (bukan) orang biasa

Jumat, 23 Januari 2015, pagi yg cukup mendung sewaktu sy mengantar 2 anak sy ke sekolah pukul 07.30wib, sy mendapati pemandangan tidak biasa di depan mobil kami dikawasan komplek timah kelapa dua depok. 

Sebuah mobil di hentikan secara tiba2 oleh bbrp orang polisi yg isinya seorg lelaki paruh baya yang mengenakan baju koko & sarung dan seorang anak remaja. Tak lama selang 5 menitan lelaki paruh baya itu kmdn diborgol dengan posisi tangan didepan kemudian msk ke mobil polisi. Sedikit kemacetan memang terjadi karena beberapa pengendara lain ikut memperhatikan kejadian tersebut. Kmdn sy pun melanjutkan perjalanan menuju sekolah anak sy didaerah depok timur. 

15:00wib
Brsan sy sadari jika pemandangan tdk biasa yg kami liat td pagi merupakan headline news hr ini : dtangkapnya salah seorg pimpinan KPK bambang widjayanto, sosok yang pastinya membuat semua org membicarakannya sebagai wakil ketua KPK yg notabene menjadi salah satu badan paling ditakuti koruptor di negara ini.  

Cerita di atas merupakan pengalaman kawan saya yg kebetulan orang biasa, tinggal di perumahan yg (mungkin) biasa, melalui jalan yg biasa utk melakukan hal yg biasa. Kejadian itu juga menurut saya cukup biasa di tempat seperti jakarta yg tingkat kriminalitasnya tinggi, yang menangkap pun polisi biasa, tersangka pun naik mobil biasa, dengan mengenakan pakaian biasa serta perawakannya pun biasa. 

Tp ternyata beliau bukan org biasa, maka berita pun menyebar luar biasa, headline news mengabarkan perkembangan tidak seperti biasanya karena bagi kita hal-hal biasa akan menjadi luar biasa jika ada salah satu unsur kejadian merupakan bukan hal biasa.

andaikan saja saat itu kawan saya mengabadikan kejadian tsb dengan handphonenya baik memfoto atau merekamnya, saya yakin dokumentasinya akan menjadi luar biasa. Betapa tidak, moment penangkapan seorang pejabat dpt terabadikan oleh org biasa yg pastinya tidak dimiliki oleh perusahaan media manapun, pasti memiliki nilai jual yang tinggi. 

semoga pengalaman biasa ini menjadi pembelajaran luar biasa, dimana kita, orang biasa (yang pastinya selalu berusaha menjadi luar biasa) menjadi saksi sejarah atas kejadian biasa namun menimpa bukan orang biasa di negara yang luar biasa kita cintai ini.....


Minggu, 11 Januari 2015

Monkey Business

Bissmillahirahmanirahim
Just another share dari seorang teman

Suatu hari di sebuah desa, seorang yang kaya raya mengumumkan akan membeli monyet dengan harga Rp. 50.000,- per ekor. Padahal monyet disana sama sekali tak ada harganya karena jumlahnya yang banyak dan kerap dianggap sebagai hama pemakan tanaman buah-buahan.

Para penduduk desa yang menyadari bahwa banyak monyet disekitar desa pun kemudian mulai masuk hutan dan menangkapinya satu persatu.

Kemudian si orang kaya membeli ribuan ekor monyet dengan harga Rp 50.000,- . Karena penangkapan secara besar-besaran akhirnya monyet-monyet semakin sulit dicari, penduduk desa pun menghentikan usahanya untuk menangkapi monyet-monyet tersebut..

Maka si orang kaya pun sekali lagi kembali untuk mengumumkan akan membeli monyet dengan harga Rp 100.000 per ekor. Tentu saja hal ini memberi semangat dan "angin segar" bagi penduduk desa untuk kemudian mulai untuk menangkapi monyet lagi. Tak berapa lama, jumlah monyet pun semakin sedikit dari hari ke hari dan semakin sulit dicari, kemudian penduduk pun kembali ke aktifitas seperti biasanya, yaitu bertani.

Karena monyet kini telah langka, harga monyet pun meroket naik hingga Rp 150.000,- / ekornya. Tapi tetap saja monyet sudah sangat sulit dicari.

Sekali lagi si orang kaya mengumumkan kepada penduduk desa bahwa ia akan membeli monyet dengan harga Rp 500.000,- per ekor!

Namun, karena si orang kaya harus pergi ke kota karena urusan bisnis, asisten pribadinya akan menggantikan sementara atas namanya.

Dengan tiada kehadiran si orang kaya, si asisten pun berkata pada penduduk desa: "Lihatlah monyet-monyet yang ada di kurungan besar yang dikumpulkan oleh si orang kaya itu. Saya akan menjual monyet-monyet itu kepada kalian dengan harga Rp 350.000,- / ekor dan saat si orang kaya kembali, kalian bisa menjualnya kembali ke si orang kaya dengan harga Rp 500.000,- . Bagaimana...?".

Akhirnya, penduduk desa pun mengumpulkan uang simpanan mereka dan membeli semua monyet yang ada di kurungan.

Namun...
Kemudian...
Mereka tak pernah lagi melihat si orang kaya maupun si asisten di desa itu! 

Selamat datang di Wall Street..!
Inilah yang dikatakan orang "Monkey Bussiness"!

jangan terjebak oleh "Monkey Business"... 

Seperti pohon Anthorium
Seperti ikan Lohan
Seperti semua barang yang kita beli tetapi bukan karena kita membutuhkan nya.. 

Hati hati Monkey Business yang sekarang lagi marak adalah "DEMAM BATU AKIK"

Semoga bisa dipahami, kapitalis akan merusak system ekonomi syariah dengan monkey business mereka

Semoga bermanfaat

Selasa, 06 Januari 2015

Resolusi Tahun Baru yang belum "Terlambat"



31 Desember 2014, ga seperti setahun sebelumnya dimana gw merayakan tahun baru di twin towers Petronas Malaysia. Malam pergantian tahun kali ini hanya sebuah peringatan kecil di tengah lapangan Batalyon Komando Paskhas 465 Brajamusti, dihibur penyanyi dangdut lokal, dihadiri Komandan Lanud, Ketua DPRD II Kuburaya dan segenap keluarga besar TNI AU Lannud Supadio. 

Moment ini juga merupakan moment pertama gw menikmati tahun baru di kota khatulistiwa, Pontianak dimana gw sekarang berdinas sebagai Danflight Skadron Udara PTTA (sementara). Walaupun ada rasa kangen menikmati malam pergantian tahun seperti di Jakarta, tapi yaaaaah, kita nikmati saja....

Pergantian tahun kali ini juga dibuat sesederhana mungkin, menurut gw selain musim hujan dan program penghematan anggaran, Bangsa ini juga sedang berduka... Betapa tidak, sebuah pesawat penumpang dari maskapai yang selama 13 tahun melayani masyarakat tanpa ada cacat sedikitpun akhirnya harus menyerah oleh keganasan cuaca dan dinginnya kedalaman laut jawa sambil membawa lebih dari 160 orang penumpang. Terlepas dari apa penyebab pastinya karena sampai saat ini blackbox dari pesawat tersebut memang masih dalam proses pencarian. Masih teringat renungan gw tahun lalu..... semakin bertambahnya tahun, semakin bertambah usia, maka kita akan semakin dekat dengan ajal, ga ada yg tau kapan ajal itu datang kepada kita, ga ada yang tau bagaimana ajal menjemput kita. Bahkan kalau boleh memilih, gw pengen meninggal dalam khusnul khotimah, ga merasakan sakit, dalam kondisi tenang dan damai. Tapi yaaa kembali lagi, tergantung bagaimana amal ibadah kita selama hidup kan???

Resolusi 2015.... naaah ini dia yg lagi hangat diperbincangkan, kalau dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), resolusi berarti putusan atau kebulatan pendapat yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah atau sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan ttg suatu hal. Truuuuusss, apa hubunganya dengan perbincangan banyak orang ttg resolusi tahun baru? banyak orang berpendapat resolusi itu suatu harapan, tujuan, cita2 yg ingin dicapai dalam suatu waktu, padahal kalau didefinisikan sesuai KBBI, resolusi tahun baru merupakan keputusan/ketetapan yang kita buat untuk dijadikan pedoman dan tolok ukur selama kita menjalani tahun yang baru ini sesuai dengan apa yang telah kita putuskan pada awal tahun.

Kalau berbicara ttg resolusi, gw ga berani membuat resolusi. Bukan berarti gw ga punya tujuan hidup, cuma gw takut stress karena ga bisa mencapai resolusi yg gw tetapkan di awal tahun. Cukup berjalan sesuai alur cerita kehidupan dan air yang mengalir.

Tahun 2012, gw punya keinginan, menjadi capt pilot pesawat C-130 H, masuk sekkau atau SIP. Alhamdulillah gw bisa mencapai Capt Buddy Ride walaupun dengan bersusah payah dan bercucuran keringat hasil gemblengan instruktur terbaik. Alhamdulillah juga semester kedua gw bisa masuk SEKKAU, gelombang pertama letting AAU 2003 bersama 6 orang penerbang yang lain. Walaupun di akhir tahun ujian kehidupan yang merubah jalan hidup gw kembali menerjang, gw terus maju...

Tahun 2013, dengan berubahnya jalan hidup gw, gw berkeinginan menjadi pilot PC-6 Pilatus Porter yang mumpuni, jadi captain pilot yang berkemampuan dan bisa masuk Sekolah Instruktur Penerbang. Alhamdulillah, dengan kerja keras dan tentu saja dengan bimbingan senior serta para instruktur, gw bisa mendapat sertifikat sebagai penerbang satu pesawat PC-6 Pilatus Porter, dan kalau boleh sedikit berbangga, i can ask the other pilot, how low can you fly? Astaghfirullah, semoga tidak menjadikan kesombongan dan riya. 

Tahun 2014, puji syukur gw bisa bergabung di lembaga pendidikan yang melahirkan gw sebagai perwira penjaga kedaulatan udara nasional. masuk Sekolah Instruktur Penerbang TNI AU memang bukan suatu hal yang mudah, 9 tahun terbang tanpa manuver aerobatik... alhasil beberapa penerbangan pertama gw berbekal kantong plastik yang selalu terisi penuh saat gw landing kembali. Alhamdulillah juga gw selesai konversi dan refreshing sebagai Instruktur, dan tentu saja diberi kepercayaan mengajar siswa sekbang yang ternyata 11-12 dengan prajurit jepang yang suka harakiri *RTFOL. Dan yakinlah, ga ada yang lebih membuat gw bangga dan terharu selain menerima bbm/sms dari siswa gw yang mengabarkan bahwa mereka telah lulus flight check oleh para instruktur penguji.

Tahun 2015, sekali lagi....jalan hidup seseorang memang tidak bisa ditebak dan penuh misteri. gw pun ga pernah menyangka akan mendapat kehormatan mengawaki alutsista baru yang memang belum pernah ada di bumi Indonesia, yup..... kita sudah mulai menapaki wahana tanpa awak sebagai bagian kekuatan udara kita. Memang sementara hanya bertugas sebagai pengintai udara dan pemotretan, namun di kemudian hari, akan berkembang menjadi pengintai sekaligus penindak macam predator lah kalau di film transformers. Apapun, gw berusaha untuk berikan yg terbaik bagi TNI AU dan keluarga, at least gw kerjakan dengan baik dan tuntas semua tugas yg dibebankan ke gw. 


Selamat Tahun Baru 2015, apapun resolusi kita, apapun cita-cita kita, apapun harapan kita, semoga dapat terwujud di tahun yang inshaa Allah penuh berkah ini....




Jumat, 02 Januari 2015

Apa yang terjadi dengan Air Asia penerbangan 8501 ?

Saya forward tulisan seorang pakar penerbangan yg sangat saya hormati, mantan KASAU, penerbang C-130 Hercules dan seorang penulis yang handal:

Pesawat milik Maskapai Penerbangan Indonesia AirAsia Flight 8501 (QZ8501/AWQ8501) jenis Airbus A320-216 lenyap dari pantauan radar saat melakukan penerbangan ke Singapura dari Surabaya pada tanggal 28 December 2014.   Dikabarkan dalam penerbangan tersebut terdapat 155 penumpang dan 7 orang awak pesawat .  Maskapai Indonesia AirAsia  adalah sebuah Maskapai Penerbangan yang berafiliasi  kepada Malaysian low-cost airline AirAsia.   Pesawat AirAsia penerbangan 8501 take off dari Bandara Juanda pada pukul 0535 wib dan dijadwalkan tiba di Changi Inernational Airport Singapura pada jam 0830 waktu setempat.   Dugaan sementara, cuaca buruk adalah merupakan faktor dominan yang berkontribusi kepada penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang tersebut.

Kejadian ini sangat mengagetkan kita semua, dan seperti biasa bila terjadi kecelakaan pesawat terbang , pertanyaan pertama yang selalu saja muncul adalah :”apa gerangan yang menjadi penyebabnya?”.   Untuk diketahui kita bersama, seorang investigator senior berkebangsaan Amerika pernah berkata bahwa , bila terjadi kecelakaan pesawat terbang, yang pesawatnya “total lost” rusak parah, apalagi hilang dan tidak ada penumpang dan awak pesawatnya yang selamat, maka kita tidak akan pernah tahu “apa sebenarnya yang telah terjadi”.   Apabila beruntung reruntuhannya dapat ditemukan dan kemudian “black-box” nya dapat dibaca, maka besar harapan factor penyebab kecelakaan akan dapat diketahui.   Itupun, pada umumnya untuk bisa sampai pada sebuah kesimpulan yang merupakan hasil dari proses penyelidikan, akan memakan waktu yang cukup lama.  Biasanya, hasil penyelidikan atau kesimpulan yang di peroleh dari penyelidikan tersebut, selalu saja diberi embel-embel kata-kata yang standar yaitu “the most probable caused” atau penyebab yang paling mungkin.

Kembali kepada kecelakaan yang dialami AirAsia penerbangan 8501.   Dari posisi terakhir pesawat yang terpantau oleh radar, dilaporkan oleh BMKG bahwa tepat di kawasan tersebut terdapat awan Cumolonimbus yang sangat berbahaya bagi penerbangan.  Dengan keadaan seperti itu, maka banyak orang yang sudah “jump to conclusion”, menyimpulkan segera bahwa penyebab terjadinya kecelakaan, atau penyebab hilangnya pesawat terbang AirAsia penerbangan 8501 adalah karena cuaca yang buruk.  Satu pendapat yang sepintas cukup masuk akal, namun sekali lagi kita semua belum memiliki bukti atau data yang cukup untuk sampai kepada kesimpulan tersebut.   Dari data sementara yang diperoleh dari beberapa sumber, disebutkan bahwa tepat pada saat hilangnya pesawat dari pantauan radar, ada komunikasi Pilot dengan pihak Air Traffic Control (ATC) yang meminta ijin untuk merubah arah penerbangan dan sekaligus untuk naik ke 38.000 kaki.  Berdasarkan data terakhir sebelum lenyap dari radar, pesawat tetap berada di ketinggian semula yaitu di 32.000 kaki.  Belakangan diketahui bahwa pihak ATC tidak mengijinkan pesawat untuk naik ke 38.000 kaki karena ada traffic/pesawat lain diatasnya.

Mencemati permintaan perubahan heading (arah terbang pesawat) dikawasan yang bercuaca buruk seperti saat itu, maka dengan mudah diambil kesimpulan bahwa diperkirakan sang Pilot hendak menghindarkan cuaca buruk yang ada didepan lintasan penerbangannya.  Lalu bagaimana dengan permintaan untuk naik keketinggian 38.000 kaki?  Pada masalah ini, banyak yang menyimpulkan bahwa keputusan untuk naik keketinggian pada saat berhadapan dengan cuaca buruk atau awan CB adalah merupakan satu keputusan yang sangat keliru.   Sangat keliru, dalam arti teknik dari terbang untuk menghindarkan awan yang berbahaya seperti CB pantangannya adalah menghindar dengan mencoba melewati diatasnya.  Karena dengan melintas diatas awan CB adalah justru membawa posisi pesawat kedalam area yang sangat berbahaya. Jadi wajar sekali, keputusan untuk menghindar cuaca buruk dengan cara naik keketinggian adalah kesalahan besar yang dilakukan oleh seorang Pilot.

Kesimpulan ini, sepintas masuk akal, jadi dapat saja kemudian sampai kepada kesimpulan bahwa kesalahan yang terjadi dapat dikategorikan sebagai kesalahan yang diakukan oleh Pilot yang kurang berpengalaman dan juga yang kurang mendapatkan latihan yang cukup.   Akan tetapi bila dicermati lebih jauh lagi, maka sebenarnya permintaan untuk naik ke 38.000 kaki  ternyata adalah bukan jurus dari Sang Pilot untuk menghindar dari cuaca buruk atau awan CB.  Kenyataannya ternyata ketinggian 38.000 kaki itu adalah ketinggian yang memang telah diminta oleh Pilot (Intended Flight Level) pada saat mengisi Flight Plan sebelum terbang.   38.000 kaki adalah ketinggian yang dipertimbangkan masak-masak , sesuai dengan rute, jarak dan muatan penumpang serta banyaknya bahan bakar yang dibawa.  38.000 kaki adalah ketinggian ekonomis bagi A-320 untuk terbang dalam rute tersebut  sesuai dengan berat “load” yang dibawanya.  Sekali lagi, kita semua belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, sebelum membaca rekaman yang ada di Black-box.   Itu semua barulah pemikiran dan perkiraan dari data-data terbatas yang sementara ini sudah diperoleh.   Apa sebenarnya yang telah terjadi, kita masih belum dapat mengetahuinya.

Bagaimana sebenarnya penerbangan semacam rute penerbangan Surabaya – Singapura dengan pesawat terbang sekelas Airbus A320 ini harus dilaksanakan.   Pada dasarnya, moda transportasi udara sangatlah aman, terlebih bila dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.   Pada setiap pelaksanaan penerbangan, maka Pilot harus mengisi terlebih dahulu sebuah perencanaan terbang dalam format yang standar bernama Flight-Plan.   Dalam proses pengisian Flight-Plan tersebut, antara lain Pilot dipastikan akan mempelajari kondisi keadaan cuaca di sepanjang lintasan perjalanan yang akan dilaluinya dan keadaan cuaca di tempat tujuan.   Ini dilakukan antara lain dengan melihat Foto Satelit  tentang cuaca dari jawatan  meteorologi dan geofisika.   Dengan mengetahui kondisi dari keadaan cuaca itulah sang Pilot menyempurnakan Flight-Plannya.

Pada pelaksanaan terbangnya sendiri, dalam kasus memperhatikan keadaan cuaca, maka Pilot akan dibantu oleh Radar Cuaca yang berada di kokpit pesawat.   Radar cuaca akan memberikan informasi kepada Pilot kondisi keadaan cuaca di depan lintasan pesawatnya sampai jarak lebih kurang 250 Nm.   Dengan demikian pesawat terbang yang melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi itu memiliki waktu yang cukup untuk menghindari cuaca buruk yang kemungkinan menghadang di depan lintasan penerbangannya.  Bagaimana caranya ?   Pada layar radar, bila  terdapat awan yang berpotensi menimbulkan turbulensi (guncangan pada pesawat terbang), radar akan memberikan informasi kepada Pilot.

Turbulensi terdiri dari tiga jenis yaitu turbulensi tingkat ringan, menengah dan turbulensi berat.   Pada tingkat turbulensi yang ringan, maka di layar radar akan terlihat gambar dengan warna hijau.  Bila pesawat melewati daerah ini, maka pesawat terbang akan mengalami guncangan-guncangan ringan seperti mobil yang tengah melewati jalan yang tidak rata.  Untuk turbulensi yang agak berat maka gambar di layar radar akan muncul dengan warna kuning.  Pada area ini, bila pesawat terbang melintasinya, maka pesawat terbang akan mengalami guncangan-guncangan yang cukup serius, layaknya mobil yang tengah melewati jalanan yang berlubang-lubang.  Sedangkan untuk turbulensi tingkat berat dan berbahaya, seperti yang lazim terdapat di awan Cumolonimbus, maka gambar dilayar radar akan berwarna merah.  Pada area warna merah, tidak seorang Pilot pun yang diijinkan untuk masuk melewatinya, kecuali tengah berada dalam keadaan emergensi atau darurat, sedang membawa orang sakit yang memerlukan perawatan segera dan dalam kondisi keadaan “perang”.   Kawasan berwarna merah di radar cuaca pesawat, menandakan area yang bila dilalui oleh pesawat akan berpotensi “merusak” konstruksi” pesawat terbang.  Kondisi yang berpotensi membuat pesawat terbang mengalami “aircraft structural failure”.  Hal itu akan berakibat fatal, antara lain pesawat menjadi tidak bisa dikendalikan dengan baik, atau un-controlable, alias jatuh.   Didalam kondisi yang seperti inilah, beberapa kejadian kecelakaan terjadi.  Dengan peralatan yang sangat canggih, bagaimana mungkin pesawat terbang dapat terjebak masuk kedalam cuaca buruk atau awan yang berbahaya bernama CB.  Bagaimana mungkin dengan radar yang canggih untuk dapat mendeteksi kondisi cuaca didalam penerbangannya, pesawat terbang tetap dapat terjebak masuk kedalamnya.   Salah satu contoh kejadian dapat diuraikan disini , yaitu kasus kecelakaan Air France AF447 di tahun 2009 yang masuk ke Lautan Atlantik.

Pesawat Air France jenis Airbus A-330  pada tanggal 1 Januari 2009 dengan rute Rio de Janeiro menuju Paris, tidak berhasil mencapai tujuannya dan jatuh kedalam laut Atlantik.   Kejadiannya adalah, pihak penyelidik kecelakaan udara Perancis, Bureau d’Enquêtes et d’Analyses pour la Sécurité de l’Aviation Civile (BEA), mengumumkan bahwa ada kesalahan pada instrumen terutama pada pembacaan indikator kecepatan udara, yang menandakan ada masalah pada sistem pitot-statik, diperkirakan pipa pitot ini terhalang, sehingga menggangu pembacaan indicator kecepatan pesawat.  Sebagai akibat dari gangguan penunjukkan kecepatan pesawat maka kerja dari Automatik Pilot menjadi terganggu.   Gangguan inilah yang kemudian berakibat Pesawat Terbang terbawa oleh AutoPilot kearah cuaca yang buruk.

Memasuki cuaca buruk, mengalami turbulensi yang hebat, Pilot tidak berhasil mengendalikan pesawatnya yang berakibat pesawat stall (terjatuh tanpa kendali) masuk kedalam laut.  Contoh lainnya, adalah kejadian yang menimpa pesawat Adam Air nomor penerbangan 574 pada 1 Januari tahun 2007 yang jatuh bebas kedalam laut di selat Makassar.   Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa inertial navigation system yang tidak berfungsi dengan baik telah membawa pesawat terbang dengan otomatik pilotnya keposisi yang berbahaya ditengah cuaca buruk dan menyebabkan pilot tidak berhasil melakukan recovery.   Dalam upaya untuk mengendalikan keadaan pesawat terbang justru masuk kedalam posisi yang menukik tajam hingga mencapai kecepatan tinggi sekali setara dengan 0, 926 Mach, mendekati kecepatan suara. pesawat bergetar hebat sehingga struktur kendali pesawat rusak. Tidak bisa dihindari pesawat kemudian menghantam permukaan air laut dengan badan pesawat yang setengah hancur dan terbelah akibat kecepatan tinggi dan gaya gravitasi yang melebihi batas kemampuan  dari struktur bangun badan pesawat.

Kedua contoh dari kejadian kecelakaan tersebut adalah menggambarkan bagaimana dahsyatnya cuaca buruk bagi keselamatan penerbangan.   Kecelakaan seperti juga peristiwa peristiwa musibah lainnya sangat sulit untuk dapat di prediksi.   Yang bisa dilakukan , hanyalah mewaspadai dengan cermat agar semua yang dilakukan itu seyogyanya tidak melanggar aturan dan ketentuan yang berlaku.   Pelajaran berharga dari peristiwa AirAsia ini seolah memberitahukan kepada kita semua, bahwa walau semua upaya sudah dilakukan dengan baik dan prima, kecelakaan tetap saja bisa terjadi setiap saat.  Untuk diketahui di tahun 2014 ini Air Asia telah meraih World’s Best Low Cost Airlines Awards.  Di dunia penerbangan masih banyak tersimpan misteri yang belum banyak terungkap.  Hilangnya pesawat Malaysia MH 370, sampai detik ini pun belum dapat terjawab ujung pangkal penyebab dan bahkan posisinya.

Pada prinsipnya, dalam dunia penerbangan yang sangat High Technology itu, maka tuntutannya adalah High Regulated. Regulasi dan ketentuan dalam dunia penerbangan tidak mengenal kompromi. Disiplin yang tinggi harus bisa dibangun dengan baik.   Disiplin yang tinggi sangat mustahil dapat terselenggara, tanpa adanya system pengawasan yang ketat.  Pengawasan yang ketat kiranya akan sia-sia belaka, bila pada saat terjadi pelanggaran, tidak diambil tindakan berupa hukuman yang berefek jera.  Dalam dunia penerbangan harus bergulir dengan baik tiga simpul yang  mengiringi kegiatan didalamnya,  disiplin yang tinggi, pengawasan yang ketat serta penegakkan hukum dengan efek jera bila terjadi pelanggaran.

Ditengah-tengah keprihatinan mendalam saat  menghadapi musibah AirAsia penerbangan 8501, kemajuan teknologi telah menjadi satu keniscayaan.   Teknologi penerbangan sebagai salah satu sektor yang akselerasinya tinggi tidak dapat dibendung oleh siapapun.  Seiring dengan itu, faktor keselamatan yang berakibat terjadinya kecelakaan akan pula berjalan mengikutinya.   Manusia hanya dapat mengupayakan semaksimal yang dapat dilakukannya yang pada akhirnya, hanya Yang Maha kuasalah yang akan Menentukan.  Sekali lagi dalam dunia penerbangan David Soucie, dalam bukunya “Why Plane Crash” menyampaikan pesan bahwa : “In the air or on the ground, when dealing with aviation, it easy to go from hero to fool ! “

Sampai dengan berhasilnya tim SAR menemukan kotak hitam, maka tidak akan pernah diketahui dengan pasti apa sebenarnya penyebab dan yang telah terjadi pada penerbangan 8501 AirAsia tanggal 28 Desember 2014.

Teriring doa yang khusuk dan tulus, semoga yang terbaiklah yang dilimpahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada awak pesawat dan seluruh Penumpang AirAsia penerbangan 8501, Amin YRA.

Jakarta 29 Desember 2014
Chappy Hakim