Rabu, 27 April 2016
Mereview usia ke-35
SEKILAS CATATAN TEAM KOORDINATOR DEMO UDARA DALAM RANGKA HUT TNI KE-68 5 OKTOBER 2013
Jumat, 08 April 2016
Dirgahayu ke-70 TNI AU
Hari ini, 70 tahun yang lalu, Presiden Sukarno menandatangani surat pembentukan TNI AU dan menunjuk marsekal tni Suryadarma sebagai KASAU yang pertama. TNI AU pun makin berkembang seiring perjuangan kemerdekaan NKRI, termasuk konfrontasi dengan negara tetangga.
Kini kami makin berkembang seiring dengan tekad kami berbenah diri, melaksanakan reformasi birokrasi untuk kemajuan negeri.
Saya bangga menjadi bagian dari TNI AU, saya bangga mendarma bhaktikan diri saya bagi kejayaan negara dan bangsa.
Dirgahayu ke 70 TNI Angkatan Udara
Swa Bhuwana Pakça
Jayalah selalu di udara
Tarakan, 9 April 2016
disela tugas ops pembebasan sandera WNI
Rabu, 28 Oktober 2015
I am qualified....
Senin, 19 okt 2015
Pagi yg cukup menegangkan, setelah jumat sebelumnya saya berkutat dengan emergency flight test selama 5 jam simulator untuk mengambil kualifikasi sebagai Internal Pilot Aerostar UAV. Waktu menunjukkan pukul 07.00 wib, saya sudah "power up" GCS dan mensetting seluruh program untuk penerbangan hari ini, real scale flight test for Internal Pilot qualification yang seharusnya sudah saya lakukan beberapa waktu sebelumnya namun terkendala musibah A-1310 sehingga saya harus menunda ujian saya.
Aerostar UAV dengan tail number 709 sudah dikeluarkan dari hanggar, para tehnisi sudah menyiapkan "power cable" dan eksternal fan untuk "start up preparation" dilanjutkan dengan flight brief oleh para instruktur serta seluruh anggota skadron udara 51 untuk membahas flight plan, weather, traffic dan batasan2 lain yang harus diperhatikan selama penerbangan.
Oke, this is the time i have to proof my capability of being UAV's Internal Pilot. Sebelum memasuki GCS (groud control station), saya merenung sejenak dan berdoa, mungkin sedikit lebay tapi ujian ini saya persembahkan untuk orang orang yg saya sayangi terlebih kepada almarhumah adik saya Biakti Nugraheni yang saya tahu bahwa ia selalu mendoakan saya dari alamnya. "Are you ready?" Misha said, yuuup dia salah satu instruktur paling ditakuti karena rasa tolerannya yg rendah, straight dengan procedure dan ga bisa diajak kongkalikong hahahahaha. Dengan sedikit senyuman saya jawab "yup, i am absolutelly ready for this combat".
Suhu GCS menunjukkan 18℃ tapi tdk mampu membendung keringat yang mengalir di kepala dan wajah saya, waktu 4jam pun tak terasa sudah bergulir seiring dengan proses kembalinya I-709 menuju ke landasan setelah melaksanakan misi penerbangan yang penuh dengan dinamika dan permasalahan yang memang dibuat untuk mengecek sejauh mana pengetahuan saya tentang pesawat UAV ini. "Okay kamto, after this longest flight, proudly i declare that you pass this exam and you are qualified as Internal Pilot of Aerostar UAV....
Alhamdulillah, Maha Besar Allah yang telah memudahkan jalan saya, hingga saya dapat menyelesaikan flight test dengan baik dan berhasil mendapatkan kualifikasi sebagai Internal Pilot pesawat UAV.
Rabu, 19 Agustus 2015
MALAM MINGGU MENCEKAM DALAM OPERASI PERTAMINA FIRE FIGHTER SUPPORT
Sabtu sore, 2 April 2011, cuaca sedikit mendung di langit Halim Perdanakusuma Jakarta. Saya dan keluarga sedang bersiap untuk pergi ke rumah orang tua di daerah Cibubur saat handphone saya berdering dengan nada panggil yang memang sudah disetting untuk panggilan khusus dari duty ops skadron udara 31. Selamat sore dengan Kapten Pnb Kamto, sahut saya. Selamat sore Bang, ijin dengan Letnan Pras Dutty ops skadron udara 31, ijin menginfokan rencana misi dadakan dukungan peralatan pemadam kebakaran kilang minyak Pertamina di Cilacap, rute rencana HLM ADI HLM, ETD standby, crew Mayor Pnb Fata, Kapten Pnb Pandu, Kapten Pnb Kamto, Kapten Pnb Sony, Lettu Nav Bayu. Pesawat kedua dengan crew Mayor Pnb Sugeng, Kapten Pnb Anjoe, Lettu Pnb Alfon, Lettu Pnb Chandra, Kapten Nav Sunardi. Ijin arahan untuk secepatnya menuju Skadron Udara 31 guna persiapan berangkat.
Tanpa banyak berpikir saya langsung kembali ke dalam rumah untuk berganti coverall dan mempersiapkan perlengkapan terbang dibantu istri. Dalam waktu kurang dari dua jam seluruh crew sudah berkumpul di kantor. Sedikit tergelak hati saya mendengar cerita beberapa anggota crew berjibaku dalam usahanya mencapai kantor secepat mungkin, ada yang sedang asyik menonton bersama keluarga di bioskop, ada pula yang sedang berjalan-jalan sore di area Monas, ataupun bersama keluarga di pusat perbelanjaan, kebanyakan mereka menggunakan jasa ojek untuk menghindari kemacetan dan segera mencapai Pangkalan.
Kamipun segera menyiapkan pesawat yang akan digunakan untuk misi dadakan tersebut. Letting saya, Kapten Tek Dwi Angga menghampiri sembari berujar Bro, dua pesawat sudah siap, kondisi serviceable, fuel 33.000lbs, happy landing Jogja ya. Thanks Bro, makasih untuk persiapannya balas saya sambil menepuk pundaknya.
Tak lama berselang, iring-iringan truk dari PT. Pertamina yang membawa bahan kimia yang akan digunakan untuk pemadaman pun tiba, lebih kurang sekitar total 22 ton bahan kimia dengan type Fluoro Protein Foam 3% yang didatangkan dari Jakarta dan Dumai segera berpindah ke pesawat dengan nomor registrasi A-1319 dan A-1320. Dua orang personel dari PT. Pertamina juga ikut mengawal yang selanjutnya kami ketahui ternyata adalah Bapak Waluyo, Direktur Umum PT. Pertamina didampingi Custom Duty and Distribution Expert, Direktorat Pengolahan, Bapak Ahmad Sujandi.
Dalam waktu kurang dari dua jam, pesawat pun mulai start engine dan bergerak menuju landas pacu 24 untuk persiapan take off. Pukul 20.35 wib, pesawatpun lepas landas dan segera menuju arah Selatan kemudian climb ke ketinggian 15.500 feet sesuai flight plan yang direncanakan dengan rute HLM PW BND CLP GEPAK JOG OF (Adi Sucipto). Saat over BND VOR operator Puskodal Mabesau mengontak pesawat dan memerintahkan untuk melaksanakan observasi di atas kilang minyak yang terbakar. Sesampainya di sana, kami melihat kobaran api yang sangat besar dengan begitu jelas dari ketinggian jelajah saat itu (15.500 feet). Tak terbayang bagaimana situasi di bawah pada saat itu. Setelah melaksanakan observasi, kamipun melanjutkan penerbangan menuju Pangkalan TNI AU Adi Sucipto, Jogjakarta.
Memasuki area JOG VOR, terlihat gumpalan merah di radar cuaca pesawat kami, menandakan adanya awan aktif yang cukup pekat tepat di lintasan yang akan kami lalui, Captain Pilot Mayor Pnb Fata segera memberikan instruksi untuk melaksanakan weather penetration, procedure yang biasa kami laksanakan apabila harus menembus awan aktif pada saat penerbangan. Kami melanjutkan proses approaching sambil tetap mengintercept localizer ILS runway 09, pada posisi long final tiba-tiba awan yang menghalangi kondisi visual kami hilang padahal kami mengira akan tetap berada di dalam awan paling tidak sampai dengan posisi final approach, kamipun menghela nafas panjang sembari mengucap syukur yang tiada henti pada Yang Maha Kuasa atas pertolonganNya saat itu.
Tepat pukul 21.50 WIB pesawat pertama A-1320 landing dengan selamat di Pangkalan TNI AU Adi Sucipto, disusul pesawat kedua A-1319 sepuluh menit kemudian. Setelah menempati posisi, pesawat melaksanakan shut down engine dan membuka ramp door pesawat untuk proses unloading bahan kimia yang akan segera dikirim via darat menuju Cilacap. Tak lama berselang, petugas ruang operasi Lanud Adi menyampaikan kabar bahwa kedua pesawat diperintahkan untuk menginap di Lanud Adi Sucipto sambil menunggu perintah lebih lanjut.
Keesokan harinya kami mendapat perintah lanjutan yaitu; pesawat pertama dengan nomor registrasi A-1319 melanjutkan misi menjemput kendaraan khusus RI-1 dan rombongan Paspampres dengan rute ADI JMB HLM, dan pesawat kedua dengan nomor registrasi A-1320 kembali ke Lanud Halim Perdanakusuma. Sedangkan satu pesawat dari Skadron Udara 32 Lanud Abdurahman Saleh mendapat misi mengambil bahan kimia dengan jenis Aqueous Film Forming Foam 3% dari Lanud Balikpapan dengan rute ABD BPP ADI ABD.
Sesampainya di Lanud Halim, Komandan Skadron Udara 31 menyambut kepulangan kedua pesawat dan menyampaikan apresiasi serta rasa terima kasih yang begitu tinggi dari seluruh pihak yang terlibat, khususnya dari jajaran PT. Pertamina yang merasa banyak sekali terbantu dengan adanya penerbangan yang kami laksanakan kemarin, terbesit juga rasa bangga yang begitu tinggi mengingat misi yang kami laksanakan kali ini bukan merupakan operasi militer yang sering kami laksanakan dan latihkan, misi dadakan yang menimbulkan sensasi yang begitu luar biasa dari awal persiapan hingga pelaksanaannya hingga kami dapat berkata dengan begitu bangga, We are Rajawali Family, The Quick Response Squadron.
Jumat, 03 Juli 2015
RIP my lovely little sister
29-6-2015
Waktu menunjukkan pukul 19.30wib, saya masih dilanda kebimbangan antara pulang ke cibubur atau pulang ke halim. Tak lama berselang handphone saya berbunyi, "mas, bsk pagi heni ke halim dianter mbak sinta", "okeeeeee" jawab saya sembari menutup telp, saya pun segera meluncur ke halim dan beristirahat melepas penat setelah seharian dihajar emergency exercises oleh instruktur saya.
30-6-2015
Pukul 04.00wib saat alarm handphone saya berbunyi dengan cukup keras, sayapun bergegas melaksanakan sahur dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat subuh. Tak lama berselang, suara sepeda motor pun datang mendekat, sinta, heni dan aya bergegas turun dan masuk ke dalam rumah.
Tak lama kemudian, saya segera berangkat mengantar adik & keponakan saya tercinta menuju Lanud Halim untuk registrasi sebelum ikut pesawat A-1310 yang akan mengantarkan mereka menuju Pontianak utk berlibur.
Pukul 12.35 wib, setelah kurang lebih satu jam bergelut dengan latihan emergency di dalam Ground Control Station yang bersuhu 18 derajat celcius, saya bergegas keluar dan kembali ke posko untuk menyiapkan debrief form tatkala komandan bertanya kepada saya "to, tadi pagi kamu jadi mengantar adikmu utk ikut pesawat?", "siap, jadi komandan" jawab saya. "Coba, dicek kondisi adikmu, itu ada kabar herkules yang menuju Supadio jatuh di Medan, segera pulang dan bantu orang tuamu."
Dengan ketegaran yang tersisa, saya pamit pulang, kembali ke halim setelah meminta adik dan ibu saya untuk meluncur ke halim sembari menunggu kepastian tentang accident yang terjadi. Tak terasa air mata mengalir dengan sendirinya, tangispun tak bisa dibendung, saya luapkan segala kesedihan saya sepanjang perjalanan sampai akhirnya saya tiba di rumah.
Sisa waktu yang ada saya gunakan untuk mencari tiket ke medan secepatnya, dengan kondisi seperti terlihat di media, saya tidak yakin apakah adik dan keponakan saya dapat bertahan hidup. Semua saya pasrahkan kepada Sang Khalik, Maha Pencipta atas segala sesuatu. Pencarian saya tidak mendapatkan hasil, mau tidak mau saya harus menunda keberangkatan sampai esok hari...
1-7-2015
Pukul 04.00 wib, waktu dan tempat yang sama saat sehari sebelumnya saya mengantarkan adik dan keponakan saya menuju keabadian, bedanya kali ini saya sendiri yang berangkat untuk menjemput mereka, jenazah mereka lebih tepatnya. Raungan 4 mesin pesawat yang pernah selama 7 tahun saya awaki memecah keheningan pagi hari, menghantarkan saya menuju Lanud Soewondo, Medan untuk menjemput keluarga saya. Selama perjalanan pandangan saya terpaku pada lima puluh peti jenazah yang memang diangkut dari jakarta untuk mendukung proses evakuasi, aaaahhhh kalian akan beristirahat di dalam salah satu peti itu, benak saya berbisik lirih...
Pukul 08.00wib, pesawat A-1326 yang membawa saya mendarat dengan mulus di Lanud Soewondo, setelah mengucapkan terima kasih dan salam kepada capt pilot, saya bergegas menuju RS. Adam Malik sesuai informasi yang saya terima bahwa seluruh jenazah dievakuasi ke sana. Sesampainya disana, setelah melapor ke bagian antem morten DVI polda Sumut, saya langsung menuju kamar jenazah, terlihat kesibukan yang tak pernah berhenti, beberapa anggota dan senior yang memang mengetahui musibah yg menimpa saya bergegas menemui dan mengucapkan turut berduka cita sembari mempersiapkan perlengkapan untuk proses identifikasi.
Setelah menggunakan masker dan gloves, saya mulai membuka satu persatu dari ratusan kantung jenazah yang terhampar di ruang jenazah, bau menyengat jenazah tidak bisa mengalahkan tekad saya untuk menemukan adik dan keponakan tercinta, terlebih rasa tanggung jawab saya yang sudah mengantarkannya, maka saya harus bisa menjemputnya kembali ke rumah untuk menemui orang tua saya. Sepuluh kantung pertama yang saya buka berisikan jenazah yang sudah sangat sulit dikenali karena kondisinya yang bisa dibilang 100% terbakar, bahkan ada yang sudah tidak utuh lagi. Namun sekali lagi, tekad saya sudah bulat, saya harus bisa menemukan mereka...
Berbekal foto terakhir anandya, keponakan saya yang sempat dikirim saat transit di Lanud Rusmin, Riau, saya tidak menemui banyak kesulitan untuk mengenali keponakan saya saat membuka kantung jenazah berwarna hitam yang membungkusnya, label bernomor 064 dan waktu evakuasi pukul 13.50wib yang tertulis diatasnya segera saya dokumentasikan untuk dilaporkan ke bagian DVI. Setelah selesai melapor sayapun kembali berkutat membuka satu persatu kantung jenazah untuk menemukan adik saya, Biakti Nugraheni.
Pukul 12.25wib, adzan dhuhur berkumandang, sudah dua kali saya mengurutkan sambil membuka tiap kantung jenazah untuk menemukan adik saya, namun hasil yang saya dapat masihlah nihil. Saya putuskan untuk beristirahat sejenak sambil menunaikan shalat dhuhur dan tak lupa berdoa agar adik saya dapat segera ditemukan. Tak lama sayapun kembali ke hamparan kantung jenazah di bagian belakang RS. Adam Malik, membuka kembali satu persatu kantung jenazah sambil terus memanjatkan doa. Entah mengapa tangan saya tergerak untuk membuka salah satu kantung jenazah yang memang sudah dua kali saya buka walaupun tidak sampai terbuka penuh. Akhirnya saya buka sampai terlihat seluruh badan jenazah dan batin saya berkata ini adik saya, saya periksa seluruh badan, wajah hingga beberapa bagian tubuh yang pernah mengalami operasi dan ternyata sesuai dengan perkiraan saya. Tak lupa saya foto bagian pakaian untuk memastikan ke adik saya di rumah apakah benar baju ini yang dipakainya saat berangkat ke halim. Ternyata memang benar, semua tanda, ciri ciri menyimpulkan jenazah ini adalah adik saya. Rasa haru, sedih dan bahagia bercampur menjadi satu, rasa haru karena saya berhasil menemukan jenazah adik saya diantara ratusan kantung jenazah dan ada beberapa yang tidak lengkap kondisinya, rasa sedih karena yang saya temukan adalah tubuh yang sudah tak bernyawa, bahagia karena meskipun adik saya sudah tiada, namun seluruh bagian tubuhnya utuh tanpa kurang suatu apapun. Maha Suci Allah yang menjaga adik saya hingga akhir hayatnya....
Pukul 23.30wib dimana seluruh rangkaian proses identifikasi telah selesai, saya terkapar di guest house Lanud Soewondo setelah diantar oleh rekan seletting saya. Ingatan dan memory tentang adik dan keponakan tercinta berkelebat dalam ketermenungan saya, teringat bagaimana ia memulai sekolahnya yang kebetulan berada di komplek Lanud Halim sehingga sehari-hari ia tinggal bersama kami. Teringat pula bagaimana kami membantu menyiapkan perlengkapan selama ia latihan paskibraka menjelang peringatan HUT kemerdekaan RI th 2010, aahhhhh semua kenangan kembali datang, semakin menambah kesedihan saya.
2-7-2015
Pukul 06.30wib, pesawat C-130 Hercules dengan nomor registrasi A-1326, pesawat yang termasuk sering saya awaki saat bertugas di Skadron Udara 31 mulai menyalakan keempat mesinnya, satu demi satu baling-baling pesawat berputar mengeluarkan raungan yang memecah keheningan pagi. Raungan yang selalu membuat saya bangga dengan kemampuan pesawat ini, raungan yang kini membuat saya sedih dimana selama saya bertugas dengan pesawat ini saya dapat memberikan kebanggaan kepada keluarga saya, namun raungan keempat mesinnya pada pagi hari ini adalah untuk mengantarkan jenazah adik dan keponakan saya kembali ke rumah kami. Tak lama pesawatpun tinggal landas dari Pangkalan Udara Soewondo, Medan, meninggalkan kenangan pahit, kenangan tentang A-1310, kenangan tentang jl.Jamin Ginting, kenangan tentang RS Adam Malik, kenangan tentang antem morten dan post morten serta kenangan tentang kamar belakang yang berisi 132 kantung jenazah.
Pukul 10.50wib, pesawat yang kami tumpangi akhirnya mendarat dengan mulus di landas pacu Halim Perdanakusuma setelah sebelumnya mengantar satu jenazah ke Pangkalan Udara Roesmin Nuryadin. Saya berusaha kuat, namun sambutan beberapa rekan sejawat, termasuk senior dan adik adik saya membuat airmata saya tak terbendung lagi, terlebih saat beberapa peti yang diusung keluar dari pesawat mendapatkan penghormatan militer. Di sisa tangis saya, saya ikut mengangkat tangan, memberikan penghormatan militer yang pertama dan terakhir kalinya bagi adik saya yang sejak awal memang bercita-cita menjadi seorang wanita angkatan udara (WARA), semoga kebanggaan dari penghormatan kami selalu melekat dalam dirinya. Setelah selesai prosesi penerimaan jenazah, kami melanjutkan perjalanan menuju kediaman. Dua kereta jenazah diiringi satu mobil kawal POMAU membelah kepadatan jalan raya bogor menuju rumah kami. Tak lama berselang, rombongan jenazah tiba, saya segera turun dari mobil dan menghampiri ibunda tercinta yang memang sudah menunggu di depan rumah, "Bu, saya bawa pulang Heni & Aya" ucap saya dengan terbata-bata. Ibu hanya mengangguk dan berusaha tetap tegar meski dari sudut matanya menetes air mata duka yang mendalam. Adzan dhuhur yang berkumandang mengiringi masuknya kedua peti jenazah untuk disemayamkan di ruang tamu kediaman kami. Tak lama berselang, jenazah kembali diberangkatkan menuju masjid untuk dishalatkan dan kemudian diberangkatkan menuju pemakaman.
Pukul 13.30wib, dimana cuaca sepertinya ikut bersedih tatkala awan menaungi kedua liang lahat tempat peristirahatan terakhir adik dan keponakan saya. Perlahan namun pasti, jenazah diturunkan ke liang lahat, prosesi dilakukan oleh Ustadz, Bapak dan Om saya yang kemudian mengumandangkan adzan dan iqomah di hadapan jenazah, sama seperti yang dilakukannya 22 tahun yang lalu saat almarhumah lahir dan Bapak saya masih berada di Biak dalam rangka tugas, itulah asal muasal mengapa adik saya dinamakan Biakti Nugraheni. Setelah seluruh rangkaian pemakaman selesai, kami memanjatkan doa bersama, untuk keselamatan, kelapangan dan keberkahan kedua almarhumah selama berada di kuburnya dilanjutkan dengan tabur bunga.
Usai sudah tugas kami, gugur pula seluruh kewajiban kami, memandikan, mensholatkan dan memakamkan kedua almarhumah. Namun jauh daripada itu, kenangan tentang kedua almarhumah akan selalu hidup mendampingi kami, terlebih saya sendiri. Terlalu banyak memory yang bisa dijabarkan satu persatu untuk mengenang mereka. Kini hanya doa yang bisa kami panjatkan, semoga mereka diberikan keselamatan, ampunan, dilapangkan kuburnya, dirahmati dan diberkahi kedua ruhnya serta senantiasa mendapatkan hidayah dan ridho Allah SWT, aamiin yaaa rabbal alamiin...
suatu waktu dalam keharuan mendalam...
Kamis, 18 Juni 2015
Tekad seorang renta di rimba Jakarta
Jam tangan seiko saya menunjukkan waktu pukul 15:00 utc yang berarti 22:00 wib saat ayla putih yg saya kendarai keluar melalui gerbang tol cawang. Seiring suara perut yang mulai keroncongan sayapun merubah arah mobil saya untuk menuju cililitan, tepatnya di deretan warung makan depan PGC. Setelah memarkir mobil dan memilih-milih akhirnya pilihan saya jatuh ke warung pecel lele lamongan yang memang terkenal paling pedas sambal bawangnya.
"Pakde, lele goreng 2, tempe + lalapan, nasinya uduk ga pake bawang goreng" ucap saya sambil membuka koran pagi yang memang disediakan oleh sang penjual. Tak lama berselang seorang kakek tua berjalan memasuki warung tenda tempat saya berada sambil menawarkan tissue wajah. Sesaat saya lambaikan tangan saya pertanda saya tidak tertarik dengan apa yg ditawarkan beliau, namun segera saya tarik tangan saya sambil menanyakan berapa harga tissue tersebut, toh hitung2 kebetulan di mobil juga kehabisan tissue.
Sang kakek mengambil tempat duduk di sebelah saya sembari menawarkan dagangan tissuenya yg terdiri dari beberapa ukuran, saya pun memilih ukuran besar sembari mengajukan beberapa pertanyaan kepada beliau;
Saya (S): jam segini masih muter pak, apa ga masuk angin?
Kakek (K): alhamdulillah pak masih kuat, mangga dipilih mau yg polos atau yg bergambar plastiknya
S: bapak tinggal dimana? Dengan keluarga?
K: saya tinggal dengan istri saya di bedeng daerah condet pak, anak2 di kampung.
S: bapak bukan asli jakarta? Istri bapak jualan juga?
K: saya dari kecil sudah merantau ke jakarta pak, kerasnya kehidupan jakarta membuat keluarga kami habis2an, sampai sekarang umur saya 80tahun lebih yaaa cuma begini pak, jualan tissue
Tak lama berselang, pesanan saya datang, sayapun menawarkan sang kakek untuk menemani saya makan sambil menawarkan menu yang ada dan melanjutkan obrolan kami...
K: duh pak, makasih banyak ini saya malah ditraktir makan
S: gapapa pak, sekalian temani saya ngobrol, ohya bapak jualan tissue modal berapa?
K: saya ga modal pak, saya ambil dari gudang di daerah kalibata, dicatat bawa berapa nanti lakunya berapa itu yang disetorkan, tissue yg kecil 2500 saya jual 3000, yang besar 9000, saya jual 10,000.
S: sehari bisa laku berapa tissue pak?
K: yaaaah, kadang 10 bungkus, pernah 30 bungkus, pernah juga ga laku sama sekali, di tiap perempatan lalu lintas pasti banyak yg jual tissue pak...
Sesaat saya berhitung, taruhlah rata rata 20 bungkus kecil, berarti si kakek hanya mendapatkan 10,000 rupiah
S: sehari bapak dapat segitu cukup pak?
K: yaaaaah, dibilang cukup sih ngga, dibilang ga ya cukup pak, gimana kita bersyukur aja sama Yang Kuasa, itung2 sambil olahraga pak mengisi hari tua, daripada jadi pengemis, toh saya masih kuat cari uang...
Done!!!! Hati saya tersentil mendengar ucapan sang kakek, beliau rela berjualan tissue dengan keuntungan 500 rupiah yang terkadang tidak beliau dapatkan saat kita menawar dagangannya di jalan, yaaah...uang 500 rupiah mungkin bukanlah apa apa untuk kita, sekedar mengisi celah kecil tempat recehan di mobil yang kadang kita lemparkan ke pengamen jalanan, "pak ogah" maupun para pengemis yang (siapa tahu) memang diorganisir dan ternyata punya rumah mewah di kampungnya.
500 rupiah ternyata memiliki arti yang begitu besar bagi seorang kakek tua penjual tissue yang tidak mau merendahkan dirinya dengan mengemis, seorang renta yang berjuang di rimba ibukota, mencari nafkah bagi keluarganya.
Aah, malu rasanya hati ini, saya belum cukup bersyukur, terkadang saya juga merasa bangga saat berhasil menawar dagangan dari para penjual seperti mereka....
Yah, obrolan pun ditutup dengan sebungkus nasi dengan lauk ayam goreng spesial yang saya titipkan untuk istri sang kakek. Seiring langkah saya meninggalkan beliau, terucap tekad dalam hati untuk lebih bersyukur serta seuntai doa untuk kesehatannya agar dapat melanjutkan perjuangannya menaklukkan rimba Jakarta...
Suatu malam di Cililitan